EEN KELAM 33n Kanayant: Dayak Banyadu

Selasa, 04 September 2012

Dayak Banyadu


Istilah Suku Dayak Banyadu'' diambil dari istilah dalam bahasa mereka sendiri yaitu asal kata " Nyadu" yang artinya " Tidak" kata ini digunakan sebagai istilah pembeda dialek dengan dialek Dayak lainnya. Dayak Banyadu sendiri merupakan salah satu anak suku dalam keluarga Dayak Kanayatn. diperhatikan dari bahasanya Dayak Banyadu bersama Dayak Bakati merupakan transisi antara keluarga Dayak kanayatn dengan keluarga Dayak Bidayuh dimana sebagian bahasanya mirip atau sama dengan bahasa kanayatn dan sebagian lagi mirip atau sama dengan bahasa bidayuh. umumnya bunyi vokal bahasa banyadu yang sama dengan bahasa keluarga Dayak Kanayatn lainnya cenderung berbunyi ke vokal " U " misal kata " ada " dalam bahasa kanayatn lainnya pada Kanayatn Banyadu menjadi "Adu" kata " sama" menjadi "Samu" kata "Datakng" menjadi "Dutukng", "pesan' menjadi "pesun', "asap' menjadi "asup", "dalam" menjadi "dalum/darupm", "malam' menjadi "malum/ marupm", dan lain-lain.

Masyarakat Dayak Banyadu banyak bermukim di daerah kecamatan Banyuke hulu, Banyuke Darit, Meranti, Serimbu dan beberapa desa di kecamatan Ngabang kabupaten Landak serta di kecamatan Teriak,
Bengkayang kota, di beberapa desa di kecamatan Samalantan dan di desa-desa transmigrasi di seluruh Kabupaten Bengkayang. Dimasa dahulu orang Banyadu sering disebut Orang Banyuke, kata Banyuke sendiri berasal dari nama salah satu desa orang Banyadu yang dimasa lampau menjadi pusat atau semacam ibukota pemerintahan desa ( Banua / Benua ) yang di kepalai oleh seorang Temenggung, yakni pusat atau ibukota dari Benua Satona yang terletak di hulu sebuah sungai yang pada masa dahulu belum mempunyai nama. Karena desa paling hulu di hulu sungai tersebut bernama Kampung Banyuke maka sungai yang berhulu di daerah tersebut akhirnya disebut sungai banyuke.

Cukup sering terjadi kekeliruan akan masyarakat Dayak yang disebut Banyuke ini, terutama generasi muda sekarang dimana dalam anggapan mereka yang disebut orang Banyuke adalah Suku Dayak kanayatn yang berdialek Banane
Alias orang Darit dan cenderung teguh meyakininya, padahal yang benar adalah untuk sebutan masyarakat Dayak Kanayatn yang berdialek Banyadu, hal ini tentu didasari oleh alasan bahwa semua desa atau semua penduduk yang tinggal di hilir tengah dan di hulu dari sungai tersebut adalah orang Banyadu, dan terlebih di karenakan asal kata banyuke itu adalah dari nama sebuah kampung orang Banyadu di hulu sungai Banyuke.

Sebelum orang banyadu mendiami pedalaman daerah Landak, bengkayang dan Sanggau kapuas, orang Banyadu mendiami pantai
Barat Kalimantan barat yaitu disekitar daerah kecamatan jungkat Pontianak utara hingga daerah sungai pinyuh sekarang. karena disebabkan oleh berbagai alasan akhirnya nenek moyang Dayak banyadu masuk ke pedalaman melalui muara sungai kapuas lalu menyusuri sungai landak hingga akhirnya sampai di daerah ngabang sekarang ini. Di situ kelompok ini pecah menjadi dua bagian kelompok yang satunya (Orang Balantian,Orang Pandu dan orang Angan) masuk kearah timur dan mendiami daerah perbatasan kabupaten Landak dan Tayan hulu ( kabupaten Sanggau ) sekarang.

Sementara kelompok yang lebih besar masuk ke ke arah barat melalui muara sungai banyuke hingga ke hulu dan anak-anak sungai banyuke dan membangun pemukiman-pemukiman awal atau dikenal dengan sebutan Tammakng (baca:Tambang). Penduduk desa awal atau desa asal alias Tamakng orang banyadu di sepanjang sungai Banyuke dan anak-anak sungai banyuke ini seperti masyarakat Dayak lainnya juga melakukan kegiatan perladangan. Semakin lama semakin jauh ladang yang dibuka, akhirnya karena alasan sudah terlalu jauh dari kampung asal, maka para orang tua dimasa itu berinisiatif mendirikan kampung-kampung baru disekitar ladang mereka.

Kampung baru itu disebut dengan istilah Varokng ( baca: Varong) yang bermakna sebagai kampung ladang. Seiring dengan perkembangan jaman dan peningkatan jumlah penduduk akhirnya varokng-varokng tersebut makin lama makin ramai. Desa-desa asal alias Tamakng orang Banyadu antara lain Tamakng Bale, Temia ojol, Padang pio, Loeng, untang, Banyuke, Balantian dan lain-lain. Sementara desa-desa ladang atau Varokng seperti Tititareng, sabah, magon, Teriak,Sentibak, Peranuk, Temia seo, padang manyun, berinang manyun, sinto, kampet, semade, sentibak dan lain-lain.

Adat budaya masyarakat Banyadu umumnya sama dengan adat Dayak rumpun Klemantan lainnya, yang membedakannya hanya pada istilah penyebutannya saja. Salah satu Adat budayanya yakni baliatn umumnya dijalankan dengan menggunakan bahasa Dayak Kanayatn yang berdialek Bananna meskipun dukun baliannya asli orang Banyadu. Inilah salah satu alasan disamping bahasanya yang menyebabkan Dayak Banyadu di kelompokan ke dalam keluarga Dayak Kanayatn. Sebagaimana masyarakat Dayak lainnya di masa lampau Orang banyadu juga tinggal di rumah-rumah panjang (rumah Betang atau rumah Bantang) namun sekarang ini tidak ada satupun desa mereka yang masih menyisakannya. Ketika orang Banyadu mendirikan rumah tinggal tunggal (Lamin atau Ramin). Mereka membuat rumah mereka masih mirip rumah panjang, hal ini dilihat dari bentuknya yang juga memanjang hanya saja panjangnya tidak sepanjang rumah panjang komunal. Sampai saat ini rumah-rumah panjang tunggal ini masih terdapat di beberapa desa saja seperti di desa berinang manyun ada dua buah jika masih ada alias belum dibongkar.

Sistem religi orang Banyadu adalah agama adat atau dalam istilah masyarakat Dayak Kalimantan tengah disebut Kaharingan. Sistem kepercayaan ini sudah monoteis yang mana berpusat pada satu Tuhan yang disebut Jubata. Dalam mengontrol dunia Jubata di
Bantu oleh sangiakng-sangiakng atau semacam malaikat pada agama samawi. Ketika imam Banyadu melakukan ritual agama adat sering nama Jubata disebut-sebut sebagai jubata yang digunung ini, atau gunung itu di daerah ini atau daerah itu, hal ini tidaklah bearti bahwa Jubata tersebut banyak jumlahnya namun lebih bermakna bahwa sang kuasa ( Tuhan ) ada dimana-mana atau berkuasa atas segala sesuatu. Jubata pada masyarakat Dayak Banyadu seperti pada masyarakat Dayak kanayatn lainnya disebut-sebut berdiam atau tinggal di surga atas (saruga samo) atau di lapisan langit ketujuh atau secara khusus disebut dengan istilah Sabayatn. Dimasa sekarang orang Banyadu 70 % diantaranya adalah penganut Kristen Katholik, 20 % Kristen Protestan dan sisanya pengikut agama adat (Kaharingan).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...